Sabtu, 12 September 2009

siapakah dan apakah pemerintah

Orang yang senang memerintah? Sekumpulan orang yang senang pemerintah? Sebagian rakyat yang terpilih oleh rakyat untuk memerintah? Atau ia adalah sebuah contoh peninggalan masa lalu yang butuh diubah?

Sebuah perilaku sosial pada hakekatnya bermula dari pemaknaan. Pemaknaan kita akan apa yang kita lihat di sekeliling, baik itu kesulitan maupun kemudahan, memancing kita untuk melakukan sesuatu. Menandakan tempat di pikiran kita tentang apa yang buruk dan apa yang baik.

Contoh yang paling baik adalah, nama kita sendiri.

Ingatkah anda saat orangtua menyebutkan nama anda pertama kali? Mencari nama, menghabiskan waktu berjam-jam, berhari-hari bahkan berbulan-bulan sebelum kelahiran kita hanya untuk memberikan suatu penanda. Sebuah merk. Sesuatu yang akan membantu kita membuat orang mengenali diri kita dan membedakan pribadi seseorang dari banyak lainnya yang tentu juga berniatan sama.

Ini bukan sekadar tradisi.

Semua dimulai dari nama. Yang adalah sebuah, kalau tidak lebih, dari susunan huruf yang membentuk kata. Anda tentu menilai seseorang bukan hanya dari nama. “Apa arti sebuah nama”, kata Juliet dalam haturan kata Shakespeare di Romeo & Juliet. Mawar tetap akan wangi dan berduri walau namanya diganti dengan Melati, misalnya. Namun justru setelah anda mengenal mawar, maka anda baru mengatakan ke orang-orang, atau merayu lain jenis dengan ucapan gombal yang mengumpakan manusia seperti dan seindah mawar.

Nama menciptakan pencitraan, dan begitupun sebaliknya.

Dan kembali lagi ke kata yang menjadi judul dari artikel ini. Siapa Pemerintah? Pernahkah anda merasa bahagia karena “diperintah”? Pernahkah anda senang memiliki kakak yang “tukang perintah” atau teman yang “senang memerintah”? Saya masih ingat, saat KDRI dulu mengkampanyekan perubahan kebiasaan pemanggilan dan penggunaan kata “pemerintah” mejnadi pembina. Semua demi pencitraan, dan kalau mau lebih berat sedikit, filosofi yang lebih baik.

Saya masih bertanya, dan terus bertanya. Darimana kata pemerintah ini berasal? Dari jaman Belandakah, karena kita saat itu adalah bangsa yang perlu dibuat rendah moralnya, sehingga diciptakan kata yang begitu menjauhkan derajat rakyat dan pemimpinnya? Atau dari jaman Orde baru? Karena pemerintahannya yang sangat hirarkis dari atas ke bawah, dengan gaya feodal dan kerajaan jaman dulu? Yang pasti, menurut saya ini perlu diubah. Paling tidak, media harus lebih spesifik dalam bertanya ke subjek berita, bagian mana dari tampuk kepemimpinan yang ia sebut dengan “pemerintah”?

Karena melalui pemaknaan, kita bisa mencintai atau saling membenci, apalagi kalau “mereka” bernama buruk, dengan kelakuan buruk pula.

0 komentar:


Blogspot Templates by Isnaini Dot Com and Hot Car Pictures. Powered by Blogger